Home » Sosok
Category Archives: Sosok
Dedi Dwitagama: Jangan Jadi Guru Yang Biasa Aja!
Sebelum saya nulis intisari dari judul di atas, saya mau ucapin terima kasih dulu buat pak Dedi Dwitagama yang lebih sering dan akrab saya panggil bang Dedi atau mister. Saya berterima kasih karena kemarin sudah nebeng di mobilnya dalam perjalanan pulang dari kampus UHAMKA Ciracas Jakarta Timur setelah kami sama-sama menghadiri acara Gender Awadrs Pusat Studi Gender & Perlindungan Anak (PSGPA) Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA (UHAMKA). Awalnya saya berangkat ke UHAMKA nebeng dengan Omjay dari SMP Labschool Rawamangun. Agar Omjay bisa langsung pulang via tol Jatibening ba’da maghrib maka saya bareng bang Dedi yang searah karena rumahnya di kawasan Jakarta Timur. (more…)
Selamat Hari Kartini
Blog Abu Abbad mengucapkan Selamat Hari Kartini. Jadilah Kartini masa kini, yang kehadirannya menginspirasi para generasi bangsa. Menciptakan kedamaian diantara manusia dan mencerdaskan anak bangsa. Bukan hanya seremonial dan romantisme sejarah belaka. Aksentuasi dan aktualisasi nilai-nilai perjuangan Kartini yang senantiasa menginspirasi dan menggerakkan anak bangsa. Jadilah Kartini….. (more…)
Konsisten, Tegar, Tulus, Dan Semangat Dalam Mengabdi (Refleksi Hari Guru 2014)
Semangat hari guru tahun ini agak berbeda karena menteri pendidikan dasar dan menengah (Mendikdasmen) kita pak Anies Baswedan, Ph.D meminta kita semua (bukan hanya guru) untuk flashback (meminjam istilah anak jaman sekarang). Flashback dalam artian mengenang jasa guru-guru kita, datangi mereka, cium tangan mereka, dan ucapkan terima kasih kepada mereka. Dengan tangan-tangan guru-lah kita bisa jadi seperti sekarang ini. Tahun lalu saya pun menulis sebuah refleksi hari guru yang mana tulisan itu saya dedikasikan untuk guru SD saya dulu (tulisannya disana). Ya, memang guru sejatinya yang banyak berperan menjadikan kita mengerti akan banyak hal. Mereka mendidik, mengajarkan dan membimbing kita menuju arah cita-cita yang kita inginkan. (more…)
Pahlawan Itu Melawan…..
Bung Karno dengan statement terkenalnya “JAS MERAH” (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) seakan terngiang kembali manakala tanggal 10 November hadir yang notabene sebagai hari pahlawan. Sejarah panjang perjalanan bangsa ini harus selalu kita ingat, maka hari pahlawan merupakan salah satu momentum kontemplasi terhadap perjuangan para pahlawan. Betapa beratnya perjalanan kemerdekaan Republik Indonesia yang tidak mudah diraih. Baik para pahawan, pemuda, pejuang veteran, ulama semua bersatu melawan para penjajah. Pertanyaannya sekarang sudahkah kita melanjutkan perjuangan para pahawan kita?. Bukan berjuang dengan senjata seperti yang dilakukan para pahlawan kita, namun berjuang dengan penuh semangat mengisi kemerdekaan dan membangun bangsa yang unggul dan bermartabat. Setidaknya berkarya melalui berbagai lini profesi sesuai kapasitas dan kompetensi kita itu sudah bisa dikatakan berjuang dan menjadi pahlawan masa kini. Dalam kata pahlawan ada kata “lawan”. Dulu pahlawan kita melawan penjajah, melawan ketidak adilan, melawan sekutu. Maka kini kita sebagai “pahlawan” masa kini kita harus konsisten melawan kebodohan, rasa malas, pesimis, kerusakan, agar prestasi dan nilai terbaik yang kita raih. (more…)
Memori Berinteraksi Dengan Pak Muhsin; Dakwah, Menulis, Mengajar
Adalah pak Muhsin, lengkapnya Drs. Muhsin Hariyanto, M.Ag. salah satu dosen yang banyak kesan berinteraksi dengan beliau selama kurun waktu 4 tahun saya hidup di Jogja. Alhamdulillah setelah 5 tahun sejak lulus kuliah S1 tidak berjumpa akhirnya bisa berjumpa lagi di acara Temu Alumni FAI UMY sekaligus mendapatkan motivasi, ilmu, dan pencerahan lagi dari beliau. Saat mendengar penuturan mas Ananto (ketua panitia Temu Alumni FAI UMY) dalam sambutannya bahwa yang banyak di-request oleh alumni adalah kehadiran pak Muhsin nampaknya memang sudah bisa ditebak. Pak Muhsin yang notabene dosen Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memang sosok yang selalu dirindukan bagi para mahasiswanya bahkan yang sudah alumni juga. Saya pun mencoba memutar kembali memori saya ketika kuliah. Masih seperti dulu, pak Muhsin dengan senyum khasnya selalu lebih dulu menyapa, bertanya kabar, menyemangati, penuh hikmah selalu menghiasi perjumpaan kami. Plus tak berubah pula konsistensinya menggunakan kopiah (peci hitam) kemanapun melangkah. Untuk urusan kopiah dulu saya sempat meragukan “sibghoh” muhammadiyah beliau. Maklum dulu pertama kuliah dan baru lulus dari pesantren saya termasuk orang yang melihat segala sesuatu dengan simbol (keagamaan). Ketika melihat simbol pak Muhsin dengan kopiahnya (yang identik dengan kostum NU) saya mengira beliau orang NU meski aktif di Muhammadiyah. (more…)