Bulan Rabi’ul Awal termasuk bulan yang meriah bagi ummat muslim. Setidaknya berbagai kebiasaan, adat, budaya dan sebagainya mewarnai kehidupan di lingkungan kita dalam rangka maulid nabi Muhammad SAW. Pengajian-pengajian umum dan tabligh akbar pun silih berganti antar masjid, musholla dan majlis ta’lim. Momentum maulid nabi Muhammad SAW bukan hanya untuk seremonial namun jauh dari itu harus dijadikan sebagai basis spiritual kita dalam meneladani sikap, perilaku dan akhlaq nabi Muhammad SAW. Banyak ayat yang menjelaskan betapa pentingnya dan harusnya kita menjadikan nabi Muhammad sebagai suri tauladan dari segala aspek.
Dalam peringatan maulid nabi Muhammad SAW 1436 H di sekolah saya beberapa hari yang lalu saya menyampaikan bahwa perayaan maulid Nabi harus dijadikan sebagai momen untuk bermuhasabah juga, khususnya dalam memilih dan mengambil figur idola bagi kita semua. Terlebih bagi siswa/siswi para remaja yang saat ini banyak keliru dalam mengidolakan tokoh. Sebagai muslim hendaknya kita menempatkan nabi Muhammad sebagai idola yang paling utama sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Padahal dalam buku The 100 yang merupakan buku karya astrofisikawan seorang non-muslim Michael H. Hart, diterbitkan pada tahun 1978. Buku ini memuat 100 tokoh yang ia rasa memiliki pengaruh paling besar dan paling kuat dalam sejarah manusia. Dia menuliskannya dengan menempatkan nabi Muhammad SAW dinomor urut pertama.
Ustadz H. Daniel Aminuddin Muchtar bertugas sebagai penceramah dalam peringatan maulid menyampaikan pentingnya menjadikan momen maulid nabi untuk mengikuti jejak perjuangan dan perilaku kasih sayang nabi Muhammad SAW sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Fath ayat 29 yang artinya: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud…”