ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة الا وقاه الله فتنة القبر
“Tidaklah seorang muslim yang meninggal di hari Jumat atau malam Jumat,
kecuali Allah akan lindungi dirinya dari fitnah (ujian) alam kubur.” (H.R. Ahmad)
Langit Jakarta tampak mendung, awan beriringan seakan menangisi kepergian seorang putera terbaik bangsa yang wafat akibat kecelakaan tunggal di komplek Pondok Indah selepas mengisi ceramah di bilangan Kemang Jakarta Selatan pada hari Jum’at (26-04-13) dini hari. Adalah Ustadz Jeffry Al-Buchory yang akrab disapa Uje, beliau seorang figur Da’i yang bersahaja di mata keluarga, sahabat, kolega, kerabat dan para jama’ah. Meninggalnya Uje mengingatkan kita kepada seorang ulama yang belum lama juga meninggal karena penyakit yaitu Alm. KH. Zainuddin MZ. Sejak dahulu dan dimanapun kepergian seorang ulama, da’i, muballigh, penceramah selalu ditangisi dan diiringi ribuan jama’ah yang merasa seakan tak rela ditinggal sang panutan. Terlebih Uje meninggal secara mendadak.
Kematian memang mengingatkan kita akan dua hal, bahwa kita dari-Nya dan akan kembali pula kepada-Nya. Namun yang terpenting adalah dalam kondisi apa kita kembali kepada-Nya dan dengan bekal apa yang kita bawa? Hanya amal yang sejatinya menemani kita sampai ke yaumul akhir. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan ketika seseorang meninggal ada 3 yang mengikutinya sampai kubur, namun yang 2 kembali dan yang 1 ikut terus sampai akhir, yang 2 adalah keluarga dan harta sedangkan yang 1 adalah amalan manusia. Uje pergi meninggalkan duka yang dalam bagi kalangan pendakwah yang mengedepankan kebijakan dan kesantunan dalam berdakwah. Salah seorang wakil ketua MPR bahkan mengatakan bahwa “dakwah Uje tak sedikit-sedikit neraka (menakut-nakuti)”.
Sebagai seorang da’i yang berangkat dari dunia entertainment Uje memadukan dakwah dengan entertainment (dakwahtainment). Dia paham betul bagaimana dan harus seperti apa kemasan dakwah yang akan dia sampaikan. Value dakwah Uje bertambah kuat karena dia sempat mencicipi (read: terjerumus) ke dalam pergaulan yang salah hingga sampai pada kulminasi mengalami ke-paranoid-an sebagai efek narkoba. Namun, itulah hebatnya manusia, sekejap bisa bangkit dan berputar arah total meninggalkan masa silam yang hitam dan membersihkannya dengan kesucian amal. Bukan saja meninggalkan berbalik melakukan amal-amal shaleh bahkan Uje bertekad mendakwahkan pengalaman serta amalan-amalan shaleh sesuai tuntunan Islam kepada seluruh ummat. Tak heran jika menengok tayangan di televisi ketika menshalatkan almarhum hingga pemakamannya dipenuhi ribuan jama’ah. Itulah karismatik seorang ulama. Seluruh jama’ah pun yakin bahwa almarhum Uje akan ditempatkan di tempat yang terindah di sisi Allah dengan keyakinan do’a yang mereka panjatkan tak henti-hentinya. Terlebih hari dimana almarhum wafat merupakan hari Jum’at yang disebut di dalam hadits sebagai salah satu keistimewaan hari Jum’at sehingga yang meninggal pada hari itu terbebas dari fitnah (siksa) kubur.
Almarhum pergi dalam keadaan istiqomah berada di jalan Allah. Ia berada di garis dakwah yang menyelamatkan dirinya dari pertobatan dan mengajak seluruh ummat dengan santun dan bijak untuk selalu berbuat baik, mencontoh tauladan-tauladan para Nabi, sahabat rasul, hingga pemimpin-pemimpin yang adil. Mereka pun pasti akan bersaksi bahwa almarhum termasuk golongan “min ahlil khoir” (pelaku kebajikan). Ia wafat dalam keadaan husnul khatimah saat dirinya tak lagi gelap melainkan terang dengan cahaya kebaikan dan kemilau dakwah yang terpancarkan dari sinar Ilahi. Selamat jalan Uje, titian dakwahmu akan selalu terkenang dan diestafetkan oleh generasi-generasi Robbani.
Allohummaghfir lahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu waj’alil jannata matswaahu…
abuabbad.com 